Rabu, November 07, 2007

Kualitas (2)

Kualitas bukan sekadar ajaran manajemen. Ia malah menjadi hukum alam, dan bahkan tergolong ajaran Tuhan ‘generasi’ pertama. Ketika Qabil (dalam sumber lain bernama Kain), putera Nabi Adam, tidak puas karena tidak sreg mendapat ‘calon isteri’ pilihan ayahnya, iapun protes. Ia mengincar calon isteri yang dipasangkan untuk saudaranya Habil, yang baginya tampak lebih oke. Agar adil, Adam lalu menyuruh kedua anaknya tadi untuk membuat persembahan kepada Tuhan melalui dirinya. Siapa yang persembahannya diterima, ia berhak mendapatkan calon isteri yang paling cantik. Qabil memilih pekerjaan yang kala itu tergolong enak, yaitu menggembala ternak, sementara itu Habil memilih menanam gandum.

Hari-hari berikutnya diisi oleh Qabil dengan membiarkan ternaknya merumput, sementara ia sendiri lebih banyak berleha-leha dan bercengkerama. Sementara Habil bekerja keras menyiapkan ladang, menanam, dan merawat pertaniannya dengan tekun dan disiplin. Ketika musim panen tiba, Habil menyerahkan gandumnya yang rimbun dan bernas, sementara Qabil datang kepada ayahnya dengan ternak yang kurus tak terurus. Persembahan Habil diterima. Episode selanjutnya adalah cerita tentang terbunuhnya Habil oleh kedengkian hati Qabil.

Bagi saya, cerita yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi 12 tahun silam itu memberi pesan mengenai kualitas sebuah proses. Kalau ingin hasil benar-benar bagus, tekunlah dengan proses. Berikan sentuhan kualitas di dalam proses itu. Kata J. Donald Walters, “Rahasia kesuksesan adalah tidak memikirkan hasil akhir. Kerjakan yang terbaik pada saat ini, dan biarkan hasil akhir terbentuk dengan sendirinya”.

Habil adalah simbol seorang producer yang memperhatikan betul proses dan kualitas. Hasilnya ? Sebuah persembahan (hasil pertanian) yang memuaskan customer-nya, yaitu ayah dan Tuhannya. Penerimaan (ridho) Tuhan adalah reward terbesar dan sejati bagi Habil, sedangkan isteri yang cantik yang diberikan ayahnya adalah simbol reward yang bersifat duniawi dan sementara saja.

Setelah kita menyadari makna kualitas dalam Perusahaan, persoalan berikutnya adalah apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas ? Ada seorang pegawai yang ngotot menampilkan laporan berwarna. Katanya agar ‘kualitas’ laporannya meningkat. Yang terjadi ia justru dimarahi oleh atasannya (sebagai customernya) karena dinilai memboroskan tinta printer. Nilai laporan itu tidak sebanding dengan biaya tinta printer yang dikeluarkan. Jadi rupanya peningkatan kualitas perlu dikelola dan diarahkan. Jangan sampai salah langkah yang malah menyebabkan kemubaziran. Kuncinya satu : tetap memperhatikan kebutuhan dan keinginan customer. Hal ini perlu diperhatikan agar perbaikan proses bisnis tidak sembarangan yang akhirnya malah menyebabkan kemubaziran karena ternyata bukan itu yang diminta oleh konsumen.

Itulah sebabnya, karena kualitas sangat erat kaitannya dengan kepuasan konsumen, maka P.B. Crosby mendefinisikan kualitas sebagai ‘conformance to customer’s requirement’ (kesesuaian dengan apa yang diminta oleh konsumen), sementara itu A.V. Feigenbaum secara senada mendefinisikan kualitas sebagai ‘meeting customer expectation’. Ishikawa malah lebih tegas lagi. Katanya kualitas adalah customer satisfaction !

1 komentar:

SILVIANI SRI RAHAYU mengatakan...

Sudah bagus dipecah jadi 2 bagian biar ngga bosen bacanya. isinya menarik, sesuai kenyataan/persaingan kerja sehari-hari