Saya aplikasikan prinsip 'pemaksaan' ini di dalam program pelatihan untuk klien Bumiputera. (namun saya tambahkan rumus : disertai penjelasan arti dan tujuan dari pemaksaaan perilaku tersebut). Dulu, pelatihan cenderung 'otak kiri', banyak yang telat masuk kelas, jalannya kelas sering terganggu oleh ulah peserta yang menerima panggilan ponsel di kelas, sering keluar kelas untuk merokok. Pelatihan sering dikeluhkan tidak membawa hasil karena tidak mengubah perilaku. Yang didapat peserta pelatihan just nice to know. Padahal mereka adalah pejabat atau pemimpin tingkat senior dan menengah.
Sekarang, dalam pendidikan yang berdurasi panjang (lebih dari 1 minggu), saya meng-hire perwira polisi atau TNI untuk menjadi pembina kesamaptaan. Peserta 'wajib' melakukan ritual setiap hari berupa bangun pagi dan olahraga pagi jam 5, apel pagi, apel malam. Kalau makan harus mulai dan berakhir sama-sama. Kalau ada yang telat datang ke tempat makan, berarti
menyebabkan seluruh peserta pelatihan tidak bisa makan. Kalau telat olahraga atau apel, menyebabkan seluruh peserta pelatihan dihukum. Sebelum mulai pelajaran, ponsel dititipkan di tempat panitia dan terkunci aman. Sewaktu-waktu ada pemeriksaan ke kamar untuk melihat kerapihan kamar dan lemari. Namun semua ini dilakukan dalam frame : menantang untuk 'mengalahkan' diri sendiri, serta dalam iklim yang fun.
Salah satu pernyataan yang sering saya lontarkan dalam sessi induksi sebelum pelatihan dimulai adalah : "Peraturan membuat kita menjadi manusia bebas". Biasanya peserta bengong dulu, lho kok diatur malah bebas ? Tidak salah ?. Setelah menunggu komentar dari peserta, lalu saya lanjutkan : "Justru dengan adanya peraturan yang tampaknya membatasi, kita menjadi manusia bebas -- bebas dari nafsu kita sendiri. Bayangkan kalau tidak diatur, maka justru kita tidak bebas -- terpenjara -- oleh nafsu-nafsu kita yang bisa merusak diri sendiri dan lingkungan ...".
Dan yang penting, aturan ini dijalankan dengan konsekuen. Yang salah ya dihukum. Yang berprestasi diberi hadiah langsung, atau koin yang akan diakumulasikan dan dihitung di akhir pelatihan. Yang terbanyak diberi penghargaan.
Tentu proses 'pembentukan' tidak hanya itu. Saya kombinasikan dengan penggunaan beragam ice-breaking, musik pengantar belajar, ritual-ritual lain yang berbeda dengan pengalaman masa lalu. Saya melakukan pemutusan pola agar mudah memasukkan sugesti-sugesti baru. Saya juga kombinasikan dengan hypnosis dan self-hypnosis untuk mereka memrogram keyakinan-keyakinan dan rencana-rencana baru. Semua bertujuan menumbuhkan keinginan dan kepercayaan perubahan dari dalam.
Kunci berikutnya di eksekusi. Rundown jelas dan dipegang setiap petugas, briefing tuntas, petugas sigap, ramah, dan terlatih, sound system clear, cahaya cukup, temperatur pas, trainer di brief sejak awal tentang arah outcome pelatihan dan metode, makanan enak, pelaksanaan tepat waktu, pembayaran tidak mundur.
Biasanya peserta merasa 'berat' hanya sekitar tiga sampai 5 hari. Setelah itu, justru mereka bersemangat hidup dalam aturan itu. Bahkan di akhir pelatihan, biasanya mereka mengaku berat meninggalkan teman-temannya. Saya kenal peserta-peserta yang pada mulanya sejak mendengar konsep program ini sampai masuk pelatihan ada yang menggerutu. Sekarang, mereka berterimakasih karena merasakan manfaat besar dari learning process semacam ini ... Alhamdulillah. Saya jelaskan, sebenarnya yang membuat pelatihan ini berhasil justru ditentukan oleh peserta sendiri. Kami hanya memfasilitasi.
Terimakasih buat teman-teman -- tim saya yang menjadikan keberhasilan eksekusi konsep ini di lapangan. You're great!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar