Sabtu, Agustus 30, 2008

Perhitungan Akuntansi

"Mari kita yakini, hari ini tidak hujan ... hari ini cerah ...", begitu ajakan saya kepada audience dalam acara silaturahmi menyambut ramadhan di rumah saya. Sedari pagi awan memang tampak mendung. Sesekali ada sinar matahari, tapi itu tidak lama. Waktu menunjukkan pukul 12. Awan semakin gelap.

Saya mengundang teman-teman kantor. Karena jumlahnya banyak, saya memutuskan menyewa tenda, kursi, dan meja untuk makanan.

Jam 1 siang, harapan saya tidak bisa membendung tetes-tetes hujan turun. Dalam hitungan detik, hujan turun dengan lebat. Tempias dimana-mana. Rumput tergenang. Tanpa pusing-pusing, saya langsung menggeser kursi meja di dalam rumah, dan menggelar karpet dan tikar. Beberapa teman yang sudah 'terbiasa' segera membantu saya. Hadirin saya evakuasi ke dalam rumah dan ternyata karena ada beberapa teman yang tidak hadir, rumah saya cukup untuk menampung seluruh yang hadir. Acara dilanjutkan dengan taushiyah oleh ustadz Bachtiar Nasir. Sedianya ustadz dijadwalkan memberi taushiyah jam 11, tapi karena ada keperluan mendadak, ustadz baru bisa hadir jam 2 siang.

Dalam pengantar sebelum ustadz memulai ceramahnya, saya menyampaikan : "Nah, bapak, ibu, dan teman-teman ... Apapun yang kita alami, kalau kita acceptance, kita selalu mendapat yang terbaik yang diberikan Allah. Bayangkan, seandainya tadi taushiyah dimulai jam 11 sebagaimana rencana semula, berapa orang yang baru hadir ?. Begitu ustadz minta di reschedule jadi setelah makan siang, Allah kemudian menurunkan hujan deras agar bapak, ibu dan teman-teman tidak pulang ..."

Sore hari, ketika semua tamu telah pulang, di depan televisi ibu saya bilang, "Yah, percuma dong nyewa tenda ... akhirnya acaranya di dalam rumah juga ... dari awal kek pake karpet aja, jadi kan nggak mubazir ...". Tenda, kursi, dan meja makan di halaman samping rumah saya itu akhirnya memang cuma terpakai 2 jam.

Saya jawab, "Percuma, rugi, itu kan perhitungan akuntansi bu. Aku sih seneng udah ngasih rejeki untuk tukang tenda, jadi tukang-tukang tenda itu punya nafkah hari ini ..."

Ibu saya tersenyum sambil mengacungkan jempol kepada saya. Saya menghampiri beliau, dan mencium pipinya ...***

Rabu, Agustus 27, 2008

20 08 2008 (by Binky Paramitha)


Suatu hari di bulan Juni 2008 saya sedang berjalan-jalan di PIM dengan pasangan. Kami melihat-lihat toko HP dan PDA. Ketika itu saya tertarik pada salah satu HP nokia keluaran terbaru. Saya bilang pada pasangan “aku mau HP ini”, kata saya dengan bersungguh-sungguh sambil menunjuk ke benda yang saya inginkan.

Lalu saya teringat perkataan Oom Prass (paman saya yang juga seorang pakar hypnosis). Beliau pernah mengajarkan cara self-hypnosis sederhana, yaitu ucapkan apa yang kita inginkan, tuliskan dengan jelas dan rinci keinginan kita, lalu bayangkan kita mendapatkan keinginan tersebut, serta rasakan dalam hati perasaan yang muncul.


Berdasarkan ‘pelajaran’ tersebut, saya menuliskan keinginan saya untuk memiliki HP Nokia terbaru tersebut. Saya menulis: ‘Binky beli Nokia X pada tanggal 20 08 2008′ di to-do note HP lama saya. Dengan harapan keinginan saya itu terwujud. Tanggal 20 08 2008 saya pilih karena memiliki angka yang unik saja, tanpa ada pemikiran mendalam lainnya.


Beberapa bulan terlewati, saya juga sudah agak lupa dengan tulisan di HP saya. Namun,bukan berarti saya sudah tidak menginginkan HP itu. Hingga pada hari minggu siang tanggal 17 08 2008, bapak saya menelpon. “Binky, kamu masih mau HP baru?” tanya bapak. Langsung saya jawab dengan semangat “mau lah”. Lalu tanpa disangka, bapak meminta saya untuk mengecek harga HP tersebut di ITC, ia juga mengatakan “kalau harganya bagus, kamu beli aja yah, nanti bapak ganti uangnya”. Wuiiih, rasanya saya girang bukan main.


Tanggal 17 Agustus dan 18 Agustus saya belum ke ITC, karena saya pikir hari libur, harga HP bisa lebih mahal (padahal belum tentu juga). Tanggal 19 Agustus rencananya mau ke ITC, tapi belum bisa juga karena harus mengantar ibu saya ke dokter. Akhirnya tepat pada tanggal 20 08 2008 saya pergi ke ITC dan siapa sangka hari itu harga HP yang saya inginkan lebih murah dari yang saya perkirakan. Jadilah saya berhasil mendapatkan keinginan saya di tanggal yang telah saya tetapkan sebelumnya: 20 08 2008.


Rasanya antara percaya dan tidak, saya bisa meng-hypnosis diri saya untuk mencapai keinginan tersebut. Mmmm… Karena hypnosis atau karena apa ya?? Ntahlah, yang pasti saya yakin ini adalah jalan dari Allah. Alhamdulillah. ;-D

Sabtu, Agustus 09, 2008

Seolah-olah (2)

Masih di Batu Malang, Fachri, seorang teman anggota tim fasilitator baru saja keluar dari kamar mandi. Sepanjang mandi, ia melakukan perjuangan hebat untuk menaklukan dinginnya air di kota Batu tempat outbound training berlangsung. Teman saya Ari yang berniat mau mandi, kemudian bertanya kepada Fachri, "Dingin banget ya ?".

Kata Fachri, "Nggak ... lu bayangin aja SEOLAH-OLAH anget .."
Ari : "Ahhh ... dingin tuh ...."
Fachri : "Nggakkk ... bayangin aja seolah-olah anget ..."

Ari langsung menjawab, "Kalo gitu gue bayangin aja seolah-olah gue udah mandi .."

Manajemen 'seolah-olah' ini bahasa kerennya 'visualisasi'. Visualisasi sering digunakan oleh pelatih olahraga untuk melakukan mental exercise bagi para atletnya, dengan cara membayangkan jalannya pertandingan dan hasil yang diinginkan. Konon, cara ini meningkatkan prestasi sang atlet menjadi juara. Visualisasi juga dimanfaatkan oleh perusahaan multilevel marketing untuk memotivasi distributornya, yaitu dengan diminta membuat 'dream book'. Distributor atau business owner diminta menempelkan gambar-gambar hal-hal yang diimpikannya di sebuah buku, atau di depan kaca, atau di meja kerja. Emosi yang kuat terhadap impiannya yang tergambar dengan jelas, akan memperlebar jalan meraihnya.

Saking pentingnya manajemen 'seolah-olah' ini, Dr. Robert Anthony pernah menyampaikan hasil risetnya, bahwa jika kita hanya mengucapkan afirmasi saja, tingkat keberhasilan kita 10%. Kalau selain afirmasi juga membayangkan apa yang kita ingin capai dengan sangat jelas, maka tingkat keberhasilannya naik jadi 55%. Tapi, kalau selain afirmasi, membayangkan hasil akhir, kita juga merasakan emosi seolah-olah apa yang kita bayangkan itu telah tercapai, maka tingkat keberhasilannya bisa 100%.

Kenapa di Indonesia banyak orang sholat tapi korupsi, ketidaktertiban, penindasan, kejahatan, jalan terus ? Saya cuma menduga, karena sholatnya pakai otak kiri : menghafal. Kita membaca ayat atau bacaan sholat, tapi tidak ada 'bayangan' apapun tentangnya, bahkan kita seringkali tidak merasakan apapun (karena perasaan itu berasal dari apa yang kita bayangkan). Bagaimana bisa membayangkan, lha wong artinya saja tidak tahu. Hanya hafal, itu saja. Padahal tubuh hanya mau merespon pikiran yang 'membayangkan'. Pantas saja, sholat tidak ada pengaruhnya kepada tindakan. Di mesjid sholat dengan ritual lengkap, malah ditambah dengan sholat-sholat sunnah, tapi di toko berbohong kepada pembeli sambil mengurangi timbangan, di kantor menyulap kuitansi tidak sesuai dengan angka aslinya, di jalan menyerobot jalur orang tanpa peduli dia sudah antri duluan.

Padahal, Tuhan sendiri bilang, "Sholatlah SEOLAH-OLAH engkau melihatKu. Dan apabila engkau tidak melihatku, yakinlah Aku melihatmu". Bahkan Tuhanpun meminta kita bervisualisasi waktu sembahyang ...

Ngomong-ngomong, ini nasihat untuk diri saya sendiri lho ...***

Seolah-olah (1)

Masih dalam waktu dan tempat yang sama dengan kisah ibu penjual pisang, di sudut warung lesehan di Batu Malang, seorang teman kantor membuka kotak berisi gelang bermagnet. Ia lantas menawarkan kepada teman-teman yang sedang menunggu patin bakar diantarkan sambil menerangkan fitur dan khasiat dagangannya. Harga gelang itu tujuh digit.

Seperti sudah merupakan standard operating procedure sebuah proses menjual barang, ia ingin mendemonstrasikan 'kekuatan' gelang magnet tersebut. Ia meminta Pak Ari salah seorang anggota tim saya berdiri. Pak Ari diminta menjulurkan tangan dan memutar badannya ke kanan semaksimal mungkin dengan kaki tetap ke depan. Ia diminta menandai sampai dimana ia bisa melihat ke belakang. Setelah itu, ia diminta memegang gelang itu, dan sekali lagi melakukan 'pemutaran badan' itu. Ternyata Pak Ari bisa memutar badannya lebih jauh dari sebelumnya. Seorang teman lainnya bergumam, "wah, hebat".

Pak Ari kemudian diminta berdiri tegak dengan kaki tidak rapat. Teman saya tadi kemudian menarik tangan kanan Pak Ari ke bawah. Pak Ari limbung dan hampir terjatuh. Pak Ari kemudian diminta berdiri tegak lagi, kali ini tangan kiri diminta 'lencang kiri' sambil memegang gelang yang punya 'kekuatan' itu. Ternyata Pak Ari bisa tetap berdiri tegak meskipun tangan kanannya ditarik ke bawah sekuat tenaga oleh teman saya itu.

Keisengan saya muncul. Saya cuma penasaran, kenapa benda ini bisa secara 'instan' memberi 'kekuatan' yang berdampak seketika. Lalu apa hubungannya demonstrasi itu dengan khasiat-khasiat yang sudah dipresentasikan sebelumnya. Dengan iseng saya bilang ke Pak Ari, "Pak, sekarang Bapak berdiri melakukan gerakan memutar badan tadi, tapi kali ini Bapak bayangkan SEOLAH-OLAH Bapak memegang gelang ini".

Pak Ari melakukan apa yang saya katakan. Mengejutkan, ia bisa memutar badannya sejauh ketika ia BENAR-BENAR memegang gelang itu.

Sekali lagi, masih dengan 'kenakalan' saya, "Pak, sekarang Bapak berdiri tegak, tangan kiri lencang kiri, sambil membayangkan SEOLAH-OLAH Bapak memegang gelang ini".

Pak Ari melakukannya, dan saya minta teman saya yang jualan gelang itu menarik tangan kanan Pak Ari sekuat tenaga. Mengejutkan lagi, Pak Ari benar-benar berdiri tegak, meskipun tanpa gelang magnet.

Kenyataan yang dialami Pak Ari seketika 'membuyarkan' kelancaran selling process teman saya itu. Tapi sebagai 'prospek' yang ditawari gelang oleh teman saya itu, saya sekedar ingin membuktikan apakah hipotesis saya bahwa bukan gelang itu yang memberikan kekuatan, tetapi pikiran yang telah tersugesti itulah yang memberikan kekuatan. Sama seperti ketika kecil, ketika kita sakit perut, oleh orang tua kita diminta memegang atau mengantongi batu dan setelah itu sakit perutnya benar-benar hilang. Dalam berbagai pelatihan, sayapun sering mengajak peserta untuk 'memanjangkan' tangan kiri atau kanan dengan memejamkan mata dan membayangkan seolah-olah tangannya memanjang. Hasilnya, sebagaian besar peserta tangannya 'berubah'.

Selain gelang, ada produk lain seperti kalung yang juga menggunakan teknik-teknik yang memanfaatkan sugesti, atau dikombinasikan dengan teknik 'sulap'. Misalnya cairan yang diberi 'obat' dan dikatakan 'racun', dicelupkan 'kalung' jadinya jernih kembali. Dalam beberapa kesempatan pelatihan ketika akan menerangkan soal 'perdukunan', saya bermain sulap dengan mengubah 'air teh' menjadi 'air putih'.

Saya tidak tahu apakah yang terjadi barusan benar-benar soal 'kekuatan' gelang atau 'sugesti pikiran, yang jelas teman saya cuma bisa ketawa saja dagangannya belum laku malam itu. Mudah-mudahan teman saya itu ikhlas mendapatkan kenyataan barusan dan ilmunya makin banyak dengan mencari cara lain berjualan kepada orang-orang seperti saya. Saya berdosa nggak ya ?***

Senin, Agustus 04, 2008

It's always the first time for everything (by. Uti Brata)


Ada pepatah yang mengatakan, it's always the first time for everything... Itu juga pengalaman saya semester ini. Seperti yang sudah ditulis oleh suami tercinta di blog nya : http://provokasi-prass.blogspot.com/2008/07/buat-apa-sedih.html saya memang FAIL dalam salah satu mata kuliah utama program PhD saya, Microeconomics, the foundation of all Economic Theory... It's the first time in my life that I failed the class. Gimana rasanya????

Biasa-biasa aja tuh... hehehehe... Banyak orang yang kaget mendengar saya gagal di mata kuliah ini, karena waktu midterm nilai saya lebih tinggi dibandingkan teman-teman belajar yang lain. Dan mereka liat pas selesai final exam, wajah saya berseri-seri. Jadi mereka menganggap saya sukses menjawab semua pertanyaan di ujian tadi. Saya ketawa aja mendengar komentar Yot, teman saya dari Thailand itu. Saya bilang ke dia, "Of couse I was so happy after the exam, because it was the last exam last semester and we'll have a good dinner afterwards".

Padahal kalau mereka tau perasaan saya waktu ujian. Begitu buka soal ujian dan baca ujiannya, langsung keringat dingin keluar semua. Karena dari 5 soal yang ditanya, ga ada satupun yang saya yakin jawabannya. Apalagi dua pertanyaan terakhir yang bobotnya masing-masing 20% dan 30%... Sama sekali ga bisa jawab, so there goes my 50% of the grade... Jadi dari perhitungan di atas kertas saja, saya sudah yakin kalau saya akan FAIL mata kuliah itu. Tapi saat itu saya langsung berpikir.. kalau saya tidak bisa jawab pertanyaan ini, berarti saya memang BELUM menguasai materi ini. So it's OK for me to retake this class next year, and I will understand and master all the materials. Dan begitu selese ujian dan ketemu sama dosennya, saya langsung ngomgong ke dia, "Jose.. see you next year... I'm sure I fail this course". Dosennya cuma bengong aja, dan dia bilang, "This exam is not that difficult"... Ya right... He's the one who made the exam, of course he says it's easy because he knows the answer already hehehehe....

Dan sebelum ujian, saya sudah bilang ke teman saya, kalau saya lebih suka saya FAIL daripada harus ambil Supplementary Exam (ujian perbaikan). Karena supplementary exam itu pas liburan yang berarti saya harus memperpendek liburan di Jakarta dan dalam waktu 2 minggu harus belajar Micro lagi. No way I shortened my holidays (and thanks God, it's not happened so I can accompany my younger sister at the hospital) and no way I will mastered the materials in just two weeks. So I prefer to retake the course.

Walaupun dah tau kalo ga mungkin lulus, tapi pas harus liat hasil semester ini lewat internet, saya nervous juga, sampai-sampai salah ngasih tau password ke Galuh, sohib saya yang masih di Canberra saat itu. Dan Galuh dengan berat hati memberitahu bahwa saya FAIL Micro... hehehe... padahal yang dikasih tau cuek-cuek aja.

Besoknya saya ke kantor, CSIS, dan dengan cueknya kasih tau ke teman-teman kalau saya FAIL Microeconomics. Saya ketawa tawa aja waktu ngomong gitu, sampai-sampai teman saya sempet sebel dan negur saya. "Mbak Uti gimana sih, kok gak lulus Micro malah ketawa-tawa. Sedih gitu kek, biar Tuhan kasian dan tahun depan dilulusin "... Saya bilang ke teman saya... "Lha emang kalo saya nangis, tuh nilai bisa berubah jadi PASS? Kalau iya saya mau deh nangis tujuh hari tujuh malam". Saya bilang ke dia, saya malah senang ga lulus, karena dengan gitu saya bisa lebih menguasai materi yang diajarkan. Dia cuma menjulurkan lidah dan bilang.. "Ah.. loe mbak.. banyak aja alasannya".

Hehehehe.. aneh ya orang-orang kok ga percaya kalau saya benar-benar ikhlas dan ridho untuk mengambil mata kuliah itu lagi. Ini akan menjadi ketiga kalinya saya ambil mata kuliah Microeconomics, dengan memakai buku Microeconomics karangan Mas-Colell, the best book in Microeconomics. Pertama waktu di UC Davis, 10 tahun lalu, kedua, semester satu kemaren dan ketiga, tahun depan. Karena saya tiga kali belajar Mas-Colell, nanti saya akan jadi Mbak-Colell....hehehehhee....

Although it's always the first time for everything, but this is also the last time I fail my class. Once is enough......

Sabtu, Agustus 02, 2008

Silakan Jalani

Ketika menulis blog ini, saya sedang ada di lobby kantor pusat taksi Bluebird di daerah Mampang. Saya sedang menunggu kedatangan taksi yang baru saja menabrak mobil dinas yang saya tumpangi ketika berhenti di perempatan lampu merah Mampang. Jalanan memang licin diguyur girimis.

Hari ini saya baru menuntaskan training hari pertama saya di sebuah perusahaan sekuritas di wilayah Kuningan. Hari ini saya mengajar soal nasib yang dimulai dari pikiran, pikiran mana yang perlu lebih dikelola, sifat-sifat pikiran bawah sadar, memprogram pikiran bawah sadar, bagaimana menafsirkan masalah dan bagaimana memecahkannya. Saya tadi juga bicara soal bagaimana sebuah keikhlasan -- acceptance -- bisa menuntun kita mendapatkan apa yang kita niatkan. Saya juga baru bicara, kalau ada masalah, tidak perlu tanya 'mengapa' dulu, tapi 'bagaimana' pemecahannya.

Di mobil, saya baru saja mengirim sms kepada teman saya Erry yang tengah menemani sahabat saya Ira Maya Sopha berobat di Singapura. Saya ingin tahu keadaannya, namun SMS saya ke Ira dari kemarin tidak mendapat jawaban. Erry menjawab, keadaannya baik-baik saja tapi perlu banyak istirahat. Saya menitip pesan ke Ira agar dia membayangkan dirinya sembuh total, yakin sembuh, sambil ikhlas, bersyukur, berterimakasih kepada Tuhan telah diberikan hari-hari menuju kesembuhan.

Belum juga SMS terkirim, tiba-tiba ... BRAKKKK!!! ... Mobil saya yang sudah berhenti normal di belakang garis marka tiba-tiba diseruduk mobil. Suaranya cukup keras, dan mobil terguncang hebat. Saya yang duduk di belakang langsung menoleh ke belakang. Oh, taksi Bluebird. Pak Iman pengemudi saya turun. Ia berbincang ke belakang. Saya sudah acceptance begitu sadar mobil saya ditabrak dari belakang. Saya tanya nama sopirnya, dimana poolnya, dan sang sopir minta izin mengantarkan penumpang dulu. Saya paham. Sekarang saya sedang menunggu dia.

Hari ini Tuhan tidak menunda-nunda untuk memberikan test-case kepada saya untuk menjalani apa yang saya ajarkan kepada orang-orang. Saya 'menyuruh' orang lain untuk acceptance dan ikhlas, tidak bertanya 'mengapa' tetapi 'bagaimana', maka saya diminta mencobanya juga kepada diri saya sendiri. Saya bersyukur karena itu berarti Tuhan langsung turun tangan mengajar saya. Kalau saya lulus, pengalaman ini merupakan sumber energi yang membuat training saya makin powerful, karena saya bukan cuma omdo alias omong doang. Saya membuktikan apa yang saya ajarkan.

Terimakasih Allah, terimakasih supir Bluebird. ***