Rekan lama saya - Fransiscus Herbayu -- langsung mengomentari tulisan saya berjudul 'Kembali Kepada Diri Sendiri'. Karena etos kerja yang rendah, seorang mandor bangunan menyesal setengah hidup karena ternyata hasil kerjanya berupa rumah yang merupakan pesanan terakhir bossnya, diberikan untuk dirinya sebagai bekal pensiun. Bayu kemudian memprovokasi saya dengan memanjangkan skenario cerita : walau pun menyesal, masih untung juga mandor itu, lha wong gratis... ada beberapa kemungkinan setelah itu, rumah direnovasi lagi karena sudah banyak duit, atau langsung jual, atau dipakai untuk orang yg kurang mampu. kalo kita diposisi mandor itu, apa yg akan kita lakukan?
Saya pikir Bayu adalah orang yang proaktif. Dia melihat ke depan. Oke, katakanlah kita berbuat kesalahan dan kita menerima akibat dari kesalahan itu. Kita menerima hasil atau keadaan yang buruk. Daripada berlama-lama dalam kesedihan, setelah menyadari betul titik kesalahan kita, kita segera berpikir 'bagaimana supaya keadaan ini bermanfaat buat saya ?'. Maka, Bayu menawarkan beberapa alternatif tindakan : renovasi, jual, atau disumbangkan. Semuanya bermanfaat.
Saya jadi ingat cerita khas Aa Gym. Kalau nasi sudah jadi bubur, tidak usah meratap. Bubur tetaplah bubur. Yang penting kita segera cari ayam, cakwe, seledri, bawang, kacang kedelai, daun bawang, kecap manis, kecap asin, krupuk dan sambel. Jadilah bubur ayam spesial.
Proaktif, berarti pikiran dan perasaan saat ini dan masa depan tidak diringkus oleh kejadian dan emosi saat lalu. Pikiran dan perasaan kita bebas dari masa lalu, lalu diarahkan oleh pertanyaan : bagaimana supaya bermanfaat ? Tapi hati-hati. Tanpa kesadaran penuh atas apa yang benar dan apa yang salah, kita bisa nyemplung ke wilayah 'mati rasa'. Oke, kemarin saya nyolong duit perusahaan, sekarang ketahuan, dihukum, dan menyesal. Percuma saya sedih. Lebih baik saya berpikir ke depan bagaimana nyolong lagi tanpa ketahuan ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar