Sabtu, November 17, 2007

Jangan Alergi Teori

Cipanas, Agustus 1985. Ada 20 orang yang ikut ujian kenaikan tingkat Bantara di Pramuka semasa SMA. Kali itu kami ujian mendirikan tenda peleton berkapasitas 20 orang. Kami terbagi menjadi lima kelompok, masing-masing empat orang. Setiap kelompok dapat jatah 15 menit untuk membuka, mendirikan, merubuhkan, dan melipat kembali tenda itu dengan rapi. Selain dianggap gagal, jika lebih dari waktu yang ditentukan, setiap kelebihan satu menit hukumannya push-up lima kali. Saya ada di kelompok terakhir. Empat kelompok lainnya telah gagal. Sekarang giliran kelompok saya.

"Saya beri anda dua pilihan. Pertama, saya kasih waktu yang sama dengan yang lain -- 15 menit. Atau kedua, saya kasih tahu teorinya, tapi waktu anda cuma 12 menit, dan setiap kelebihan satu menit, push-up 10 kali", ujar Kak Dharmawan sebagai penguji.

Setelah berunding dengan ketiga teman lainnya, kami memutuskan untuk mengambil opsi kedua. Pertimbangan kami, dengan metodologi yang sama, keempat kelompok pendahulu tidak berhasil. Kami siap ambil risiko itu.

Kak Dharmawan lalu menjelaskan teori prosedur pendirian tenda peleton. Pertama begini, lalu begitu, terus begini ....hingga selesai. Setelah paham caranya, lalu kami berunding untuk berbagi tugas. Ini-itu dikerjakan oleh siapa pada saat apa dan caranya bagaimana. Setelah selesai membuat simulasi mental, lalu ujian dimulai. Kak Dharmawan berteriak, "Mulai !".

Singkat cerita, kelompok kami akhirnya berhasil lulus dengan catatan waktu : 9 menit.

Sampai di situ, pengalaman ini seperti terlupakan begitu saja. Paling-paling yang diceritakan adalah keberhasilan kelompok kami dan terbebasnya kami dari hukuman push-up.

Tibalah di tahun 1993 saat saya ditugaskan mendampingi Pak Mu'allim Muslich merintis divisi baru di Bumiputera, yaitu Divisi Eksekutif. Tiba-tiba, pengalaman yang terekam tanpa sadar itu muncul kembali. Pengalaman mendirikan tenda peleton memberikan pelajaran besar. Selain pelajaran 'normatif' 'lain seperti kekompakan, perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, keberanian, dan sejumlah learning point lainnya, ada satu lagi yang waktu itu malah sangat jelas di benak saya : bahwa dengan tahu teorinya, pekerjaan membangun tenda bukan hanya dapat diselesaikan tepat waktu, tapi malah bisa lebih cepat.

Membangun organisasi baru ibarat membangun tenda. Untuk bisa terbangun dengan cepat, perlu belajar sana-sini untuk tahu 'ilmu'nya... Akhirnya berbagai training, seminar, lokakarya, saya ikuti. Itulah saat momentum cepatnya perkembangan karier saya di Bumiputera dibandingkan rekan seangkatan lainnya.

2 komentar:

SILVIANI SRI RAHAYU mengatakan...

setuju, orang yang kaya ilmu akan lebih sukses di pekerjaannya, pergaulannya. Jadi bukan cuma jam terbang saja. Dan mau belajar dari pengalaman

Anonim mengatakan...

Mr Chairman ...

As an academician, I like this post ... walaupun kita masih bisa berdebat mengenai definisi "teori" itu sendiri .....

Salam sukses selalu ...
Riri