Sabtu, Desember 29, 2007

Menyumbang tidak usah menunggu ikhlas

"Alhamdulillah, anak-anak kita mendapat sumbangan dari Bapak Fauzan (nama samaran) ...", ujar seorang pembawa acara di tengah-tengah pemberian santunan kepada anak yatim. Sang pemberi sumbangan lalu tampak di depan panggung menyerahkan sumbangan secara simbolis kepada salah seorang anak yatim, dan diliput oleh beberapa media lokal, termasuk televisi.

Seseorang teman yang tidak perlu saya sebut namanya kemudian bergumam, "Ih, Riya , emang ada tuh pahalanya ? ....". Riya itu artinya pamer.

Saya lalu berbisik, "Kalau dia riya, so what ??....".

Kata teman saya, "Ya percuma dong ibadahnya .... Ibadah yang diterima kan kalau dilandasi dengan keikhlasan ... tidak riya ... tidak usah disebut namanya, apalagi pakai diliput media segala ...".

"Jadi, kalau niat kita masih riya atau pamer, sebaiknya jangan nyumbang .. ?", tanya saya.

Dia tidak menjawab.

"Kalau nunggu sampai setiap orang ikhlas dulu baru nyumbang, kapan sumbangan terkumpul?" ... Lanjut saya. "Memang kalau anak yatim dan orang miskin mendapat sumbangan dari orang riya, apakah sumbangannya jadi haram ?".

Teman saya tampak berpikir. Saya melanjutkan 'ceramah' saya yang tanpa tedeng aling-aling itu.

"Kalau gue sih, biarin saja orang mau riya kek, mau pamer kek, mau sombong kek, yang penting dia ngeluarin hartanya buat membantu orang lain. Titik. Urusan niat di balik perbuatannya, itu urusan dia sama Tuhannya. Ngapain kita ikut-ikut ? Jadi kalau misalnya sekarang ini gue riya, terus gue nyumbang, itu masih lebih bermanfaat buat orang lain daripada gue menunda nyumbang karena nunggu hati gue ikhlas seratuspersen dulu ... Kalau yang kayak gini kita komentarin, nanti orang yang niat nyumbang jadi ragu-ragu karena takut dibilang pamer, jadinya malah nggak nyumbang, kan kasian mereka yang musti dibantu ..."***

1 komentar:

SILVIANI SRI RAHAYU mengatakan...

kadang perlu ada orang yang terlihat sedang beramal di depan banyak orang agar menjadi contoh, dan diikuti