Sabtu, Maret 08, 2008

Cuma Masalah Angka

Ketika berpapasan di koridor gedung Kantor Pusat, seorang teman menyapa saya dan berkata, ”Waduuuuh, kenapa bisa kalah nih ?”.

Sehari sebelumnya tim futsal yang mewakili anak perusahaan yang saya pimpin tidak maju ke babak semi final. Tim anak perusahaan lain menang 5-1 atas tim saya. Sebelumnya pada babak penyisihan tim saya menang telak 9-0 atas tim Kantor Pusat, dan 8-0 atas tim anak perusahaan lainnya lagi, sekaligus menjuarai grup A. Awalnya memang kecewa karena saya punya harapan bisa menjuarai kompetisi futsal itu. Untung saya segera ’sadar’ untuk melihat kejadian itu dengan makna yang lebih bermanfaat buat saya.

It’s the matter of numbers. Ini cuma masalah angka-angka. Kebetulan tim saya memasukkan 1 gol, dan tim kawan (saya tidak mau pakai istilah ’tim lawan’) memasukkan 5 gol ke gawang tim saya. Nahhh, kebetulan yang diambil oleh panitia untuk maju ke babak selanjutnya itu adalah tim yang skornya 5. Saya menyadari skor yang diperoleh sangat dibatasi oleh dimensi tempat dan waktu. Skor itu saya peroleh karena luas lapangan cuma segitu dan lama permainan cuma 2 x 20 menit. Coba kalau lapangan diperluas atau dipersempit, atau waktunya ditambah atau dikurangi, belum tentu saya dapat 1 dan tim kawan dapat 5. Saya pikir, kemenangan atau kekalahan dalam sebuah permainan itu sangatlah fragile.

Karena saya menerima keputusan dan kenyataan ini dengan ikhlas, maka saya juga merasa menang. Kecuali kalau saya kecewa berat, lalu tidak terima keputusan ini, marah-marah menyalahkan tim atau lawan, maka saya kalah –- kalah oleh permainan ini. Masak saya harus bete hanya gara-gara sebuah ’permainan’ yang fragile itu ? Itu ’kan berarti saya jadi budak permainan.

Sebaliknya seandainya skor saya yang lebih tinggi, lalu saya bangga, takabur, belagu, petentang-petenteng, apalagi sambil mengejek tim yang skornya lebih kecil, maka sesungguhnya saya KALAH, karena saya berhasil ketularan jadi ’drakula’ oleh ’gigitan’ drakula yang bernama permainan itu.

Barangkali paragidma inilah yang perlu saya bawa ketika menghadapi ’permainan’ hidup lainnya. Apalagi sudah tegas dikatakan Tuhan, dunia ini hanyalah permainan belaka. Senang – susah, kalah – menang, semua hanya ada di pikiran kita.

Ketika saya nyerocos di depan teman saya soal bagaimana saya memandang ’kekalahan’ yang dia sebutkan tadi, dia cengegesan, lalu ngeloyor pergi. Mungkin dalam hati dia komentar, ”Alaaah, itu kan cuma alasan buat menghibur diri ...”. ***

1 komentar:

AMANDA MEIRINI SUCAHYO mengatakan...

hehehehe... i still like winning better than losing... :p you're right, though... but you're wrong at the same time.. i like that :)