Sabtu, Maret 08, 2008

Pergi Sekali, Rasakan Berkali-kali

Wardiyono teman SMA saya menyaksikan bagaimana saya memfasilitasi Dhani – teman lainnya - melakukan pemrograman bawah sadar untuk mencapai cita-citanya naik haji bersama orangtuanya. Atas ’giringan’ sejumlah pertanyaan dan instruksi saya, Dhani bisa menangis keras dalam visualisasi seolah-olah dirinya sudah mencapai apa yang ia impikan.

Menurut Robert Anthony, kalau kita hanya membaca afirmasi sukses berulang-ulang, tingkat keberhasilannya 10%. Kalau kita membaca afirmasi sambil membayangkan hasil akhir yang kita inginkan, tingkat keberhasilannya naik jadi 55%. Akan tetapi kalau kita membaca afirmasi, membayangkan dengan jelas hasil akhir yang diinginkan, sambil merasakan emosi ketika impian itu tercapai (feel the emotion), maka tingkat keberhasilannya 100%. Wallahu a’lam, tapi bukan hal yang mustahil.


Ekspresi dan perilaku Dhani yang begitu ’nyata’ dalam merespon bayangan masa depannya, membuat Wardiyono yang biasa dipanggil No’ ini berpikir. Setelah selesai ’menggarap’ Dhani, No’ lalu bilang, ”Kalau orang bisa merasakan masa depannya seolah-olah sudah tercapai dan bisa sampai menangis begini, mustinya orang nggak perlu pergi haji berkali-kali dong ?”.

Ia lalu melanjutkan alasannya, bahwa apabila seseorang sudah pergi Haji, dimana di sana ia benar-benar khusyuk’, memikirkan, merasakan, dan menikmati setiap detik kehidupannya di tanah suci, lalu mendapatkan pencerahan-pencerahan, bukankah pengalaman itu akan tersimpan dalam memori?. Perasaan ’kecil’ sebagai makhluk, kebesaran Tuhan sebagai Pencipta, keinsyafan dosa-dosa masa lalu, dan gairah untuk merencanakan pikiran, sikap, perilaku, dan keadaan hidup yang lebih baik dari sebelumnya, terekam di dalam pikiran dengan kuat. Nah, ketika kembali ke tanah air, seharusnya ia tinggal memanggil kembali pengalamannya dari memori sehingga perasaan yang menyertainya akan muncul kembali.
Kalau seseorang ingin kembali lagi ke tanah suci, bisa jadi waktu dia pergi ke sana, ia tidak melakukan dengan emosi (catatan : memang pengalaman yang lebih emosional akan lebih terekam kuat di pikiran bawah sadar).

No’ bercerita kalau kakak iparnya tidak mau dibayari lagi untuk naik haji karena ia lebih memilih memberi kesempatan kepada orang lain yang belum naik haji untuk berhaji, mengingat kuota haji terbatas. Kakak iparnya berpendapat, haji itu adalah ’alat’ atau ’sarana’ atau ’simbol’ untuk mendapatkan gambaran dan rasa yang ujung-ujungnya adalah perilaku yang semakin baik ketika sudah selesai dengan proses berhaji. Nah, untuk mendapatkan RASA itu tidak harus pergi ke tanah suci lagi, tapi bisa dipanggil melalui memori kita.


Saya sependapat dengan No’ dan kakak iparnya. Di dalam ilmu neurosemantics, ini disebut meta-state. Kita bisa memanggil kembali bayangan dan rasa pengalaman masa lalu untuk diterapkan pada situasi kini. Waktu saya belajar neurosemantics, latihannya adalah dengan memanggil pengalaman dimana kita merasa puas dan berprestasi belajar atau bekerja di masa lalu, lalu state (suasana emosi) yang telah muncul dibawa untuk mengerjakan tugas pekerjaan atau sekolah kita sekarang, sehingga diharapkan outcome dari belajar/pekerjaan kita kali ini minimal se-excellent waktu itu.


Itulah sebabnya, memang Tuhan menyatakan bahwa wajibnya haji itu hanya sekali. Itupun jika kita mampu, baik secara fisik, mental, maupun finansial.


Bukan hanya untuk urusan haji dan prestasi kerja/belajar, buat anda yang sedang ’bermasalah’ dalam berinteraksi dengan pasangan, menjalani kehidupan rumah tangga yang membosankan, bahkan tidak menyenangkan, kalau mau, anda dan pasangan melakukan meta-stating, yaitu dengan memanggil pengalaman saat-saat dimana anda berdua berada pada situasi yang membahagiakan. Gunakan state itu untuk kemudian anda mulai saling memahami ’peta internal’ masing-masing terhadap kejadian-kejadian yang anda berdua alami, dan bagaimana anda berdua memberi makna terhadapnya. Sekali lagi -- kalau mau ...***


Tidak ada komentar: