Sabtu, Mei 31, 2008

Bowo's Wisdom

Tuhan memang tidak pernah putus memberi anugerah buat saya. Tiba-tiba saat ini saya berada pada situasi konflik dengan seorang teman lama. SMS 'provokasi' saya ndilalah ditafsirkan sebagai sesuatu yang 'tidak ada tenggang rasa' bagi dia, dan dia tidak suka. SMS terakhir dia menyatakan, dia mau mundur saja dari forum alumni. Saya makin terheran-heran kok bisa sampai kesitu tafsir dan keputusannya. Tapi begitulah faktanya.

Di Yahoo Messenger saya menyapa dia, dan dia masih menyatakan ketidaksukaannya dengan cara saya 'memotivasi' dia. Ketika saya tanya seharusnya bagaimana, dia bilang : ya gak tau, anda pakarnya! ... Setidaknya saya tiga kali memberi ilustrasi untuk 'memaksa' dia melihat dari kacamata yang berbeda dengan persepsi dia saat ini. Semua gagal.

Saya : "Bozz (ini kata ganti di blog ini untuk nama dia), ada seorang laki-laki yang sedang melaju dengan mobilnya, di sebuah belokan di jalan pegunungan dia tiba-tiba berhadapan dengan seorang wanita bermobil. Laki-laki itu adalah eloe. Tiba-tiba wanita tadi berteriak : "BABIIII" ke arah loe. Apa reaksi loe ?"

Dia : "Teriak balik, ELO YANG BABI !"

Saya : "Tiba-tiba .. dalam hitungan sepersekian detik .. di belokan itu .. karena eloe berteriak sambil ngeliatin dia .. mobil loe nabrak segerombolan babi yang menyeberang jalan .. mobil loe terjungkal .. eloe luka parah"

Dia : "Trus ?"

Saya : "So, di peta pikiran loe, eloe menafsirkan perempuan itu sedang MENGHINA eloe. Ngatain eloe. Tapi kenyataannya, dia sedang MEMPERINGATKAN eloe kalo ada babi nyebrang. Dalam kecepatan mobil, dia harus memilih satu kata agar kedengeran eloe, maka dia memilih kata BABI. Maksud sebenarnya MENYELAMATKAN.

Dia : "Trus ?"

Saya : "Tapi eloe tafsirkan di peta internal loe sebagai PENGHINAAN". Begitulah yang eloe alami terhadap gue barusan. Got it ?

Dia : "Nope. Loe menyelamatkan apa ke gue ??"

Waktu itu, kalau saya ini anak ABG di sinetron, saya membayangkan akan mengatakan 'Cape deeeh'. Tapi tentu itu ciri-ciri orang yang tidak 'acceptance', tidak ikhlas, dan cenderung meremehkan orang lain. Saya tidak ingin seperti itu. Jika kita menjelaskan sesuatu kepada seseorang dan orang itu tidak mengerti saat itu, sama sekali BUKAN salah dia. Kalau di awal perdebatan dengan teman saya itu, saya bilang kita tidak pernah bisa mengharapkan orang lain berperilaku seperti apa yang saya inginkan (maka kitalah yang menyesuaikan respon terhadapnya), dengan harapan dia bisa menerima 'gaya komunikasi' saya, maka sekarang saatnya saya yang menerima begitulah dia apa adanya.

Di tengah 'debat' dengan teman lama saya itu, tiba-tiba teman saya yang lain, Bowo, menginterupsi saya dengan pesan YM "Uwisss .. istirahat ...". Maksudnya, sudahlah, istirahat saja dulu. Jam memang sudah menunjukkan hampir pukul 1 dini hari. Dari situ saya tahu teman saya itu 'mengadukan' persoalan kami ke Bowo. Sewaktu SMP saya 'tidak mengenal' Suro Adi Wibowo -- nama komplit Bowo. Sekarang dia termasuk 'suhu' untuk banyak hal, terutama yang menyangkut urusan motor dan riding. Dia adalah 'anak motor' yang sudah 'karatan', sementara saya baru 'magang' jadi 'anak motor'. Saya sempat 'belajar' dari kisah hidupnya dalam berbagai kesempatan ngobrol. Pengalaman kegagalannya telah mematangkan dirinya.

Karena pikiran sudah terbajak emosi, maka saya juga setuju dengan Bowo, tidak bermanfaat untuk diteruskan. Akhirnya kami 'berpisah' di alam maya itu dengan 'su'ul khotimah'. Karena teman saya itu sudah 'mengadu' ke Bowo, akhirnya saya memutuskan sekalian saja saya mengirimkan log pembicaraan YM dengan harapan Bowo bisa memahami konteks dan isi konflik, dan bisa ikut membantu penyelesaiannya.

Dalam balasannya, email Bowo berbunyi : "Semua benar, karena kalian berdua memandang satu hal dari persepsi yang berbeda. Lha, kapan ketemunya ? Mungkin salah satu harus menyamakan pola pikirnya, biar balance. Apa bisa balance ? Yang satu Honda CBR 900 cc yang satu Honda Astrea Star. Berarti yang CBR 900 harus menyelaraskan kecepatan dengan Astrea. Karena tidak mungkin Astrea yang ngebut biar mengikuti CBR 900 ! Bisa jatuh atau malah berhenti total. Frustrasi. Nah kalau CBR 900 dan Astrea sudah bisa seiring jalannya, jadi forerider pasti lebih mudah, lebih gampang, karena bisa dipantau di spion. Dalam hal ini kamu CBR 900, dan temen kita Astrea. Dan ini lebih sulit, karena ini ada unsur manusia. Ada emosi!. Anda harus bisa 'ngerem' Pak, biar bisa memantau Astrea. Nanti pasti akan balance dan pengarahan gampang. Good luck bro'".

Bowo memang luar biasa. Jika seseorang sudah mendedikasikan dirinya kepada hal apapun -- termasuk dunia motor -- asal dia hidup dan menghidupi bidangnya, ayat-ayat cinta (baca : ayat ayat Tuhan) akan terpancar dari dalamnya. Bahkan motorpun menjadi rangkaian ayat yang bisa membelajarkan dan mencerahkan. Bowo benar, seandainya saya dianggap oleh Bowo sebagai pelari 'sprint', Bowo mengingatkan jangan 'meninggalkan' teman yang pelari 'fun-marathon'. Kebersamaan jauh lebih penting. Jangan sampai finish sendirian, tapi bersama-sama. Membiarkan silaturahmi porak poranda setelah sekian lama terbangun, hanya karena persoalan perbedaan mainan yang dinamakan 'tafsir', hanyalah sebuah kebodohan.... Maturnuwun Mas Bowo...***

Kamis, Mei 29, 2008

Sudahkah dirimu ... ?

Melongok ke dapur. Ooo .. ibu di dapur toh ... pantas saja saya cari di ruang tengah tidak ada. Ibu menengok ke arah saya. Dia tersenyum bahagia melihat anaknya pulang kerja. Matanya lebih berbinar. Saya bisa merasakan itu. Padahal, setiap hari memang saya kerja. Ibu sedang memegang panci bergagang. Di dalamnya tampak mie instan. Ekspresi wajahnya persis seperti Bapak saya almarhum di suatu ketika, saat ia diperbolehkan makan makanan yang selama ini dipantang. Tiba-tiba saja memori tentang ayah saya muncul. Emosi itu menyelimuti pandangan saya yang terus memperhatikan ibu mengolah masakannya. Jalannya agak tertatih.

"Kok masak indomie bu ? Memangnya Rina nggak masak ?", tanya saya akhirnya.
"Nggak, ... makanan di kulkas udah habis .." jawab ibu ..

Saya tersadar. Senyum ibu saya itu adalah senyum bersyukur masih ada indomie yang tersisa untuk dimakan. Saya tersadar, sudah beberapa hari yang lalu waktunya belanja tapi saya belum memberi uang belanja. Ibu tidak banyak menuntut sebenarnya. Bahkan ketika saya tanya, berapa yang dibutuhkan untuk belanja bulanan ? Ibu bilang, ya terserah kamu, berapa saja. Nanti belanjanya sesuai dengan uangnya.

Air mata hampir membendung, menyesali ketidak perhatian saya terhadap ibu saat itu.

Ibu yang menghabiskan masa mudanya untuk merawat dan membesarkan saya, seperti kurang mendapat balasan yang sepadan dari saya. Bayangkan, waktu kecil saya adalah anak paling nakal di antara adik-adik. Melempari angkot yang lewat dengan tanaman got, menghisap rokok yang dibuang di pinggir jalan, melempari pasir ke jendela kantor, melempar lampu taman tetangga jauh lalu kabur, melempar ayam pakai pisau pramuka sampai mati, adalah beberapa 'kejahatan' saya masa kecil. Biarpun nakal tapi jago kandang. Kalau sudah kepepet, ya berlindung di bawah ketiak Bapak atau Ibu. Semua dilalui oleh ibu dan bapak saya dengan penuh kesabaran. Saya tidak pernah merasakan pukulan atau jeweran ibu sedikitpun, kecuali bapak saya pernah menyabet saya pakai sapu lidi gara-gara saya mengetok kepala bapak saya dengan martil waktu kecil (apa tidak keterlaluan itu ?).

Kelalaian saya memperhatikan ibu saya membuat saya tersadar, bahwa saat itu saya menempatkan Ibu pada prioritas ke sekian. Saya telah diringkus oleh nafsu memuaskan ego akibat 'kesuksesan kecil' terbitnya buku saya, panggilan training sana-sini, kegiatan yang 'sok' sosial. Saya memang bersemangat 45 ingin mengubah lingkungan melalui 'provokasi' saya agar negeri ini menjadi tempat yang indah untuk dihuni dan dihidupi. Saya lupa, semua seharusnya dimulai dari diri sendiri, lalu orang sekitar kita dulu, apalagi itu adalah tanggungan saya : isteri, ibu, dan saudara-saudara yang memerlukan pertolongan.

Ahhh .. kenapa saya jadi begini ?. Eh iya .. jangan terlalu berfokus kepada kenapa. Lebih baik berpikir, sekarang BAGAIMANA caranya biar saya bisa melihat ibu lebih 'enteng' hidupnya, dan Tuhan tidak melontarkan pernyataan dalam pertanyaan seperti ini : "Prass, kamu gembar-gembor mengajak lingkungan dan bangsamu hidup lebih tertib, saling memperhatikan, saling tolong menolong, dan sejahtera, tapi kok kamu sendiri tidak membuktikannya pada dirimu dan keluargamu sendiri ?"***